2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional
Nurul
Istikomah
SD NEGERI
1 SUMBERJO
CGP Angkatan 4 Kabupaten Nganjuk
Visi Guru Penggerak sesuai dengan nilai dan
peran yang ingin dicapai yaitu Mewujudkan Siswa Berkarakter Positif Sesuai
Dengan Profil Pelajar Pancasila, hal tersebut dapat diwujudkan melalui budaya
positif dalam ekosistem sekolah yang memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid hingga tercapai merdeka belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zaman dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara dan praktek pebelajaran yang
berhamba pada anak melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial
emosional ( PSE ).
Pendidikan bukan hanya proses untuk
memperoleh ilmu pengetahuan namun bagaimana seorang guru dapat menuntun anak
menemukan kodrat jati diri, karakter dan budi pekerti. Untuk dapat menumbuhkan
hal ini peserta didik harus dilatih dengan berbagai kegiatan, mereka terbiasa
melakukan keterampilan-keterampilan yang mereka butuhkan agar dapat bertahan
dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan menemukan solusi untuk memecahkan
masalah yang mereka hadapi, dan tentu saja proses ini akan mengajarkan mereka
menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana dan berbudi pekerti luhur.
Memiliki
kecerdasan intelektual tidaklah cukup menjadikan seseorang akan menjadi sukses,
karena disaat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka kita tidak
dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya
disaat sosial emosional baik maka kita akan dapat mengatur segala macam emosi
(sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.
Maka dengan demikian Kesuksesan tidak hanya di dapatkan dari pendidikan yang
tinggi atau nilai akademik yang tinggi. Namun Kesuksesan bisa di dapat dari
rasa sosial-emosional yang baik sehingga dengan demikian ia akan bermanfaat
bagi orang-orang yang ada disekitarnya.
Dalam
mewujudkan kesuksesan dimaksud, membangun emosi anak sangatlah penting
dilakukan. Sebagai guru penggerak peran ini dapat dilakukan melalui penciptaan
well-being pada ekosistem pendidikan di sekolah yang dilakukan secara
kolaboratif antara peserta didik dan guru guna mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/nilai peserta didik. Hal ini berarti pula bahwa guru
sebagai pendidik berkewajiban dalam menciptakan kondisi nyaman, sehat dan
bahagia bagi anak didiknya.
Menurut
Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik,
kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam
menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung
jawab. Hal ini juga di dukung oleh peneliti Daniel Goleman, "kecerdasan
intelektual menyumbang 20% kesuksesan hidup manusia, selebihnya sekitar 80%
berasal dari kecerdasan emosi dan sosial". Ini membuktikan bahwa seorang
yang sukses tidak hanya memiliki kecerdasan pengetahuan, akan tetapi kecerdasan
sosial-emosionalnya juga harus baik.
Pembelajaran
Sosial dan Emosional
Hakikat
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah upaya mengembangkan keterampilan
murid dalam memecahkan masalahnya sendiri demi pengalaman hidup yang lebih
baik.
5
Kompetensi Sosial dan Emosional:
1. Kesadaran diri (self awareness)
2. Manajemen diri (self management)
3. Kesadaran sosial (social awareness)
4. Kemampuan berelasi (relationship skill)
5. Pembuatan keputusan bertanggung jawab (responsible
decision making)
Kelima
kompetensi tersebut merupakan kunci dalam melakukan kesadaran penuh (mindfulness).
Menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai
kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada
kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan.
Tujuan
Pembelajaran Sosial Emosional
1. Memberikan
Pemahaman ,penghayatan dan Kemampuan untuk mengoelola emosi
2. Menetapkan
dan mencapai tujuan positif
3. Merasakan
dan menunjukkan empati kepada orang lain
4. Membangun
dan mempertahankan hubungan yang positif
5. Membuat
keputusan yang bertanggung jawab ( Responsible Decision Making )
Cara
Penerapan
1. Rutin (
diluar waktu belajar sekolah )
2. Terintegrasi
dalam pembelajaran
3. Protokol (
sesuai dengan budaya atau aturan sekolah )
Rutin: pada saat
kondisi yang sudah ditentukan di luar waktu belajar akademik, misalnya kegiatan
lingkaran pagi (circle time), kegiatan membaca setelah jam makan siang
Terintegrasi
dalam mata pelajaran: misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan
sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk
memecahkan masalah dan lain-lain.
Protokol: menjadi
budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan
diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk
merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menyelesaikan konflik yang
terjadi dengan membicarakannya tanpa kekerasan, mendengarkan orang lain yang
sedang berbicara dan lain-lain.
Implementasi
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:
1. Mengajarkan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
2. Mengintegrasikan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid
3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi
sekolah terhadap murid
4. Mempengaruhi pola
pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Lalu apa hubungannya berkesadaran penuh (mindfulness) dengan
pembelajaran sosial-emosianal? Menurut Hawkins (2017) latihan berkesadaran
penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness)
dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kondisi berkesadaran penuh, kita bisa merespon sesuatu hal atau masalah dengan
baik dan mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Kita bisa
melatih diri berkesadaran penuh dengan teknik S-T-O-P. STOP merupakan akronim
dari:
S – Stop: kita berhenti sejenak dari aktivitas atau kegiatan
T – Take a deep breath (tarik nafas dalam)
O – Obeserve (amati)
P – Proceed (lanjutkan)
Berikut ini adalah beberapa
fakta terkait mindfulness.
Mindfulness
bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan
sebuah aktivitas
1. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan
Bagaimana daripada Apa
2. Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua
miliki secara alami
3. Mindfulness merupakan tantangan untuk dapat diterapkan sehari-hari
Hubungan Mindfulness dan Kompetensi Sosial Emosional (Hawkins, 2011) |
Contoh-contoh
teknik yang dapat menumbuhkembangkan kompetensi sosial dan emosianal :
1.
Bernafas dengan kesadaran penuh
2. Identifikasi
perasaan
3. Melukis
dengan jari
4. Membuat
jurnal diri
5. Membuat
kolase diri
6. Menuliskan
ucapan terima kasih
7. Mindfull
eating
8. Latihan
menyadari kondisi tubuh (body scanning)
9. Kegiatan
menulis surat
10. Kegiatan
role play komunikasi aktif
Untuk dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid secara optimal, seorang guru harus menjalankan peran serta memiliki nilai kemandirian, reflektif dan kolaboratif dan inovatif serta berpihak pada murid. Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi di mana seorang guru mampu memetakan pembelajaran berdasarkan kebutuhan individu murid yang berbeda-beda berdasarkan kodrat alam dan zamannya. Mengoptimalkan kekuatan dan potensi untuk menerapkan Budaya Positif disekolah merupakan strategi efektif dalam membentuk nilai-nilai karakter anak. Jika Pembelajaran sosial dan emosional ini menjadi budaya positif di sekolah maka akan lebih mudah diterapkan karena menjadi sebuah budaya yang menjadi komitmen bersama dalam membangun generasi bangsa cerdas dan berkarakter mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
0 Komentar